Ibnul Qayim dalam kitabnya al-Wabil as-Shayib menuliskan tentang 5 tingkatan manusia dilihat dari kualitas shalatnya. Dimulai dari tingkatan yang paling rendah, hingga tingkatan yang paling sempurna.

Secara umum, khusyuk dalam shalat adalah kondisi hati yang hadir dan fokus pada Allah SWT selama ibadah, sehingga anggota badan pun menjadi tenang dan tidak terpengaruh oleh hal-hal lain. 

Allah ‘azza wajalla berfirman,

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ. الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ.

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.  (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya. (QS. Al-Mu`minūn: 1-2)

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَوٰتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ ۘ

Serta orang yang memelihara salatnya.” (QS. Al-Mu`minūn: 9)

Ada kalimat menarik dari syaikh Abdul Aziz bin Marzuq ath-Tharifi tentang khusyuk dalam shalat.

قَدَّمَ الْخُشُوْعَ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْمُحَافَظَةِ عَلَيْهَا، لِبَيَانِ أَنَّ الصَّلَاةَ بِلَا خُشُوْعٍ حِرْمَانٌ: تَسْقُطُ عَنْهُ الْوِزْرَ وَتُحَرِّمُهُ عَنْهُ الْأَجْرَ

Khusyuk dalam shalat lebih diprioritaskan dari kontinuitas pelaksanaannya tersebab shalat tanpa khusyuk itu tidak mendapat apa pun; terbebas dari dosa, tidak mendapat dari pahala.” (Shifat Wudhu an-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 158)

Kalimat lain dari beliau yang tak kalah menarik,

أَنَّ ذِهَابَ الْخُشُوْعِ يُذْهِبُ أَجْرُهَا بِمِقْدَارِ ذِهَابِ الْخُشُوْعِ مِنْهَا، فَإِنْ ذَهَبَ رُبُعُ الْخُشُوْعِ ذَهَبَ رُبُعُ الْأَجْرِ، وَإِنْ ذَهَبَ ثُلُثُهُ ذَهَبَ ثُلُثُ الْأَجْرِ

Jika khusyuk hilang, hilang pula pahalanya; sekadar dengan ukuran khusyuk yang hilang. Jika hilang seperempat khusyuk, hilanglah seperempat pahalanya. Jika hilang sepertiga khusyuk, hilang pula sepertiga pahalanya.” (Ibid.)

Imam Hasan al-Fayumi menjelaskan:

  الخُشُوْعُ حَالَةٌ فِي القَلْبِ يَظْهَرُ أَثَرُهَا عَلَى الجَوَارِحِ مِنَ الإِخْبَاتِ وَالسُكُوْنِ  

Artinya, “Khusyuk adalah kondisi di dalam hati, dimana efeknya adalah ketenangan yang ada pada anggota badan dengan menunduk dan diam.”

Berikut tingkatan khusu’ dalam shalat menurut ibnul Qayim:
Tingkat pertama dan terendah, (
Mufrith/meremehkan)

Mereka yang tidak memperhatikan kesempurnaan bagian lahiriyah dalam shalat. Sehingga sisi lahiriyah shalatnya masih sangat kurang. Seperti, wudhunya tidak sempurna, waktunya telat, pakaiannya tidak pantas, gerakannya sangat cepat sehingga tidak tumakninah ketika mengerjakan rukun-rukun shalat.

Ibnul Qayim menyebutnya sebagai martabat (tingkatan) al-Mufrith (orang yang meremehkan).

Tingkatan kedua,(Mahasab (dihisab/diperhitungkan)

Mereka yang shalatnya sudah baik dari sisi lahiriyah. Wudhunya sudah bagus, tepat waktu, pakainnya sopan, juga rukun dan gerakannya sempurna. Hanya saja pikirannya masih sering melayang-layang. Prosentase kekhusyu’an sangat minim, pikirannya lebih banyak teralihkan untuk urusan dunia atau urusan di luar shalat. Sementara itu, tidak ada upaya darinya untuk fokus dan mengembalikan kekhusyu’annya ketika shalat.

Tingkatan ketiga, (Mukaffar ‘anhu (diampuni dosa dan kesalahannya).

Mereka yang shalatnya secara lahiriyah sudah baik. Sementara batin pikirannya selalu berjuang untuk khusyu’. Hatinya berperang melawan bisikan setan, mereka berusaha untuk konsentrasi. Sehingga pikirannya tidak dibiarkan bebas melayang ke mana-mana. Ibnul Qayim mengatakan, orang ini mengerjakan shalat sambil berjihad melawan was-was.

Tingkatan keempat, ( Mutsabun (diberi pahala)

Mereka yang sempurna lahiriyah shalatnya, secara batin sempurna khusyu’nya. Hati dan pikirannya menyelami setiap gerakan dan bacaan dari mulai takbiratul ihram, hingga salam. sehingga tidak ada bagian shalatnya yang lalai karena memikirkan perkara lainnya.

Tingkatan kelima, (Muqarrab min rabbihi (dekat dengan Allah)

Ini merupakan level tertinggi, shalat yang mampu membuat pelakunya serasa meletakkan hati dan pikirannya ada di hadapan Allah Yang Maha Agung. 

Perasaan seolah-olah dia benar-benar sedang menghadap Allah. Bahkan sampai dia telah meninggalkan raganya. Dirinya hanyut bermunajat dengan Rabnya yang Maha Rahman.

Maka jika dilihat dari lima tingkatan shalat tersebut. Jenis kebaikan dan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang berbeda-beda. Ini jelas menggambarkan tingkatan shalat seseorang selama ini.

Ada sebagian orang yang terus saja melaksanakan shalat, tetapi ia juga terus melakukan perbuatan-perbuatan jahat yang berdosa dan bahkan merugikan orang/pihak lain. Ini karena tingkatan mereka kemungkinan berada di tingkatan shalat pertama.

Sedangkan jika seseorang telah mencapai tingkatan shalat kelima maka hidupnya senantiasa sederhana, ucapannya senantiasa yang bermanfaat, hartanya senantiasa dia sedekahkan bagi orang lain yang lebih membutuhkan, pekerjaannya senantiasa yang menjadikan dirinya terus dan terus dekat dengan Allah Swt.

Dan, semoga kita semua dapat memperoleh tingkatan shalat yang kelima ini, yaitu tingkatan muqarrab min rabbihi. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

admin

By admin

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *