Bantul – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Bantul menyelenggarakan Pengajian dan Buka Puasa Bersama di Masjid Al Mu’in, Ngabean, Ringinharjo, Bantul pada Selasa (25/03/2025). Kegiatan rutin bulanan Ramadan ini diadakan setiap hari Selasa dan Sabtu di delapan wilayah Ranting Binaan PCM Bantul.
Acara diawali dengan tadarus Al-Qur’an yang dipimpin oleh Bapak Teguh dari PCM Bantul, dengan membacakan surah Al-Fatihah, Al-Kafirun, An-Nasr, Al-Lahab, Al-Ikhlas, dan An-Nas.
Ketua Majelis Tabligh PCM Bantul Dr. Muhammad Nurdin Zuhdi, S.Th.I., M.S.I., selaku penceramah, menyampaikan materi bertema “Tanda Diterimanya Amalan Ramadan”. Beliau membuka kajian dengan pertanyaan retoris, “Bapak Ibu, jika amal saleh kita diterima oleh Allah, pasti kita semua senang. Adakah yang tahu apakah amalan kita akan diterima?”
Senada dengan itu, beliau menjelaskan lima tanda diterimanya amal saleh selama Ramadan berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Dijelaskan bahwa para pendahulu yang saleh sangat bersemangat dalam beramal saleh di bulan Ramadan, dan setiap muslim tentu mengharapkan amalnya diterima.
Dr. Nurdin mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Mu’minun ayat 60: “Wallaziina yu’tuuna maaa aataw wa quluubuhum wajilatun annahum ilaa Rabbihim raaji’uun” yang artinya, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, sedang hati mereka merasa takut (akan tidak diterima), karena sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.”
Ayat tersebut kemudian dijelaskan melalui sebuah hadis yang mengisahkan pertanyaan Aisyah kepada Rasulullah SAW tentang ayat ini. “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang yang mencuri, berzina, minum khamr, kemudian mereka takut kepada Allah?” tanya Aisyah.
Nabi Muhammad SAW menjawab, “Tidak, wahai putri Abu Bakar. Mereka adalah orang yang salat, berpuasa, bersedekah, namun mereka takut amal mereka tidak diterima.” (HR. Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Dari ayat dan hadis tersebut, dapat disimpulkan lima tanda diterimanya amal oleh Allah SWT. Tanda pertama adalah rasa takut jika amal tidak diterima. “Mari introspeksi, apakah puasa Ramadan kita diterima?” ajak ustadz yang juga merupakan dosen di Universitas Aisyiyah Yogyakarta ini.
Tanda kedua adalah merasa bahwa amal saleh yang telah dikerjakan masih sedikit. Perasaan ini mendorong seseorang untuk tidak merasa cukup dengan ibadahnya. Bahkan, orang-orang yang benar-benar mengenal Allah selalu beristighfar setelah melakukan ibadah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Az-Zalzalah ayat 7, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”
Lebih lanjut, beliau mengutip pesan dari Mbah Maimun Zubair tentang kisah menyelamatkan semut, di mana Allah menurunkan rahmat-Nya. Falsafah ini mengajarkan untuk tidak menyepelekan amalan sekecil apapun.
Karena keterbatasan waktu, beliau hanya menjelaskan dua tanda diterimanya amal. Untuk tanda lainnya, beliau memberikan kisi-kisi, termasuk tidak membanggakan amal saleh dan dimudahkan dalam mengerjakan setiap amalan.
Kajian ditutup dengan sesi tanya jawab. Bapak Yusuf, seorang jamaah dari Masjid Al-Muin, bertanya tentang bagaimana jika beribadah merasa takut namun juga menikmati. Ustadz Nurdin menjawab bahwa rasa takut kepada Allah justru mendekatkan diri kepada-Nya dengan mahabbah (cinta), berbeda dengan rasa takut kepada makhluk.
Emil Rahadian, SH., M.Kn., anggota Majelis Wakaf PCM Bantul, mengajukan pertanyaan terkait doa-doa yang diamalkan, seperti doa Nabi Sulaiman dan doa Nabi Yusuf. Ustadz Nurdin menegaskan bahwa doa-doa tersebut boleh diamalkan karena Al-Qur’an shalih li kulli zaman wa makan, yang artinya Al-Qur’an sesuai untuk segala zaman dan tempat. Ungkapan ini juga menggambarkan bagaimana Islam dapat menjawab tantangan modernitas. (znf)