Setiap manusia dipenuhi oleh keinginan-keinginan dan keadaan tempat ia berada. Karena itu, kadang ia senang, tetapi kalau datang kesusahan lalu menjadi risau. Memang itulah manusia. Dia sering kali berkeluh kesah dan memang sulit kita hindari.

Pepatah mengatakan, jika tidak tahu penyakit, maka kita sulit menemukan obatnya. Demikian halnya dengan sifat dan tabiat yang menimpa diri manusia. Jika belum mampu mengidentifikasi sifat dan tabiat buruk tersebut, bagaimana kita bisa mengatasinya.

Dari hal tersebut maka sifat asli manusia akan terlihat. Ini jelas sekali disebutkan Allah Swt dalam firman-Nya berikut ini

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS. Al-Ma’arij; 19-21)

Menurut Tafsir al-Qurthubi, istilah “kufur” yang digunakan lebih merujuk pada “kufur nikmat” atau tidak adanya rasa syukur. Sifat ini dapat ditemukan pada siapa saja, apa pun agamanya.

Menghilangkan sifat buruk tersebut adalah shalat dan zakat. shalat yang dilakukan dengan hati penuh keikhlasan karena Allah dapat menunjukkan seseorang kepada sifat-sifat baik. Shalat juga mendorong seseorang menyadari bahwa dalam rejeki yang ia miliki terdapat hak-hak orang yang membutuhkan.

Secara lebih detail dalam tafsir Al-Qurtubhi dijelaskan sebagai berikut:

  • Halu’a

Halu’a adalah sifat yang mencakup ketidakpuasan, ketidaksabaran, dan rasa bosan. Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menyebutkan bahwa menurut adh-Dhahhak, kata halu’a berarti “kufur” dalam arti ingkar, tidak bersyukur, dan tidak mengakui nikmat Allah.   Al-Qurthubi juga menambahkan bahwa secara bahasa, menurut Mujahid dan Qatadah, halu’a berarti keinginan yang menggebu-gebu dan keluhan yang paling buruk. ‘Ikrimah menafsirkan halu’a sebagai “mudah bosan” dan “mudah lelah,” sedangkan adh-Dhahhak menambahkan bahwa halu’a juga bisa berarti “tidak pernah kenyang.”   

  • Jazu’a

 Jazu’a berarti suka mengeluh, terutama ketika menghadapi keburukan. Menurut Tsa’lab, sifat halu’a meliputi ketidaksabaran dan ketidaksukaan saat menghadapi kesulitan, disertai sikap mengeluh, mengadu, dan protes.

  • Manu’a

Manu’a adalah sifat kikir dan pelit ketika diberikan kebaikan. Tsa’lab mencatat bahwa jika manusia diberi nikmat atau anugerah, mereka cenderung kikir, enggan berbagi, dan bahkan melupakan Sang Pemberi nikmat.

Adapun agar terhindar dengan sifat-sifat tersebut, Allah kemudian menjelaskan dalam potongan ayat selanjutnya

إِلَّا الْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta) (QS. Al-Ma’arij; 19- 25)

Rasulullah SAW menyampaikan kepada sahabatnya, “Wahai para sahabatku, tatkala kamu dalam hidup menemui kegalauan, kegagalan, janganlah sekali-kali mengadu kepada orang lain, tetapi mengadulah kepada Allah SWT.” 

Selalu ada waktu bagi Allah untuk mendengarkan keluhan kita hingga akhirnya pertolongan-Nya pasti datang. Kepada manusia cukup sebagai tempat berbagi saja, jangan mengeluh.

admin

By admin

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *